1.17.2023

Ini Alasan Kenapa Kepiting Bakau Belum Bisa Dibudidayakan


Budi daya Kepiting Bakau.

MANGROVEMAGZ. Kepiting Bakau adalah salah satu jenis kepiting yang ditemukan di hutan mangrove. Kepiting ini, juga dikenal dengan nama lain Kepiting Bakau Merah dan Mud Crab, yang biasa ditemukan di daerah estuari dan delta sungai yang besar di Asia, Australia dan Afrika. Bentuk tubuhnya juga khas, dengan panjang mencapai 20 cm. Warnanya bervariasi, mulai dari coklat muda hingga hitam, dengan duri-duri yang besar di sekitar telinga dan kakinya. Kakinya kuat dan dapat digunakan untuk bergerak di dalam lumpur. 

Mud Crab merupakan hewan bertipe predator, kanibal dan memakan berbagai jenis makanan, seperti ikan, udang, kerang dan tumbuhan mangrove yang memiliki peran penting dalam ekosistem mangrove. Peranannya sebagai predator bisa menjaga keseimbangan populasi ikan dan udang.

Di beberapa negara, Kepiting Bakau Merah dijadikan sebagai sumber protein dan pangan yang penting bagi masyarakat setempat, bahkan diperdagangkan secara luas untuk keperluan industri perikanan dan restoran.

Indonesia merupakan salah satu produsen Kepiting Bakau yang potensial. Hasil tangkapannya berasal dari kawasan pesisir Sumatra, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua, yang diekspor ke berbagai negara tetangga, seperti Singapura, Hongkong, Thailand dan Tiongkok. Biasanya, permintaan ekspor akan meningkat pesat pada saat Hari Raya Imlek.

Namun demikian, Kepiting Bakau merupakan produk perikanan yang hingga saat ini, skema produksinya belum sampai pada level budi daya. Jadi, ketersediaannya masih sangat bergantung dengan stok di alam. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini disebabkan beberapa faktor, berikut ini:

1. Kebutuhan habitat yang spesifik
Kepiting ini hanya bisa hidup di hutan mangrove. Dia juga memerlukan habitat yang khusus, seperti air dengan kandungan salintias tertentu, substrat berlumpur dan ekosistem mangrove yang sehat. Siklusnya yang terjadi di beberapa tahapan, juga membutuhkan lingkungan dengan kondisi yang spesifik, yaitu di hutan mangrove dan perairan dengan suhu dan salinitas tertentu, yang masing-masing terjadi pada saat memijah dan fase megalopa atau juvenil.

2. Proses reproduksi yang sulit diprediksi
Mud Crab memiliki proses reproduksi yang sulit diprediksi, sehingga sulit untuk mengontrol jumlah individu yang dihasilkan. Hal ini, mengingat telur yang dihasilkan oleh betina bisa mencapai jutaan butir.

3. Kebutuhan perawatan yang tinggi
Kepiting Bakau juga memerlukan perawatan yang tinggi selama masa pertumbuhannya, seperti kondisi air dengan suhu, salinitas dan pakan yang tepat.

4. Biaya produksi yang juga tinggi
Biaya produksi untuk budi dayanya cukup tinggi, karena perlu membuat habitat yang sesuai dan menjaga kualitas air yang baik. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari cara dalam meningkatkan budi daya Kepiting Bakau, namun masih dalam tahap pengembangan dan belum bisa diaplikasikan secara luas.

Secara umum, hasil tangkapan kepiting ini juga sangat bergantung dari kesehatan ekosistem mangrove yang ada sehingga terdapat keterkaitan antara ekosistem mangrove dengan hasil tangkapannya.

Hal ini, juga berkorelasi dengan kegiatan-kegiatan konservasi dan rehabilitasi mangrove yang selama ini sudah banyak dilakukan di Indonesia, yang tentunya akan sangat berdampak pada kelangsungan ketersediaan stoknya, karena ekosistem mangrove menjadi rumah dan tempat memijah Kepiting Bakau. 

Jadi, boleh dikata bahwa menyelamatkan hutan mangrove sama dengan menyelamatkan Kepiting Bakau

Sumber foto: Wikimedia.

No comments:

Post a Comment