1.10.2015

Inilah Konsep Pelestarian Mangrove dan Kebijakan Bidang Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek


Peta lokasi Kabupaten Trenggalek, yang terletak di bagian selatan Jawa Timur.

MANGROVEMAGZ. Secara geografis, Trengggalek terletak di kawasan Selatan Jawa Timur, terletak di koordinat: 111’24’’ – 112’11’’ BT dan 7’53’’ – 8’34’’ LS, dengan luas wilayah laut 711,17 km2 dan panjang garis pantai 4 mil. Wilayah pesisir utama dari kabupaten ini adalah Watulimo, Munjungan dan Panggul. Wilayah pesisir dari ketiga kecamatan ini terdiri dari kawasan teluk dan tanjung yang disertai tampakan perbukitan tinggi.

Karakter ini justru menguntungkan bagi kepentingan kelautan dan perikanan di Kabupaten Trenggalek. Salah satunya adalah ombak laut yang cenderung tenang ketika telah menyentuh bibir pantai. Hal ini sangat mendukung bagi perkembangan sektor kepelabuhanan dan perikanan tangkap, terutama dalam mengupayakan kesejahteraan bagi masyarakat pesisr di Kabupaten Trenggalek.

Sebagai gambaran, prestasi yang telah dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Trenggalek, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Penerbitan PERDA No 10 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.
2. Keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi sebagai salah satu sentra perikanan tangkap Provinsi Jawa Timur.
3. Juara 3 Nasional Lomba Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) kepada Kelompok Prigi Lestari tahun 2004.
4. Juara 2 Tingkat Nasional Lomba Optimalisasi Pelelangan Ikan (Optilanpi) Tahun 2005.
5. Juara 2 Nasional Lomba Pokmaswas kepada Kelompok Bintang Panikan tahun 2009.
6. Upaya rehabilitasi hutan mangrove yang dimulai sejak Tahun 2001. Total jumlah pohon mangrove yang telah ditanam sebanyak 273.000, terdiri dari 1.440 jenis Ketapang dan 601 jenis Keben. Secara luasan, penanaman ini telah mencakup 9 ha wilayah pesisir di 3 kecamatan: Watulimo, Munjungan dan Panggul.
7. Fasilitasi kepada Pokmaswas, seperti peralatan pengawasan lingkungan, yaitu mesin kapal 5,5 pk, peralatan SAR, peralatan memancing dan inisiasi budidaya kepiting di hutan mangrove.


Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, salah satu aset untuk menyejahterakan warga Trenggalek. 

Walaupun begitu, kebijakan DKP tidak selamanya mendapat sambutan positif dari masyarakat pesisir. Ini terjadi pada upaya fasilitasi usaha Pengolahan Hasil Perikanan berupa Usaha Pemindangan Ikan. Program ini belum berjalan lancar karena program awal yang dilaksanakan di kawasan pemukiman tidak disetujui warga karena polusi udara yang ditimbulkan.

Pada program kedua, Usaha Pemindangan Ikan dilaksanakan dengan konsep sentralisasi Pemindangan dan Pengeringan Ikan dan dilakukan lintas sektor, yang melibatkan empat instansi (DKP, Dinas Perumahan dan Permukiman, Dinas Bina Marga dan PDAM). Sayangnya, usaha perbaikan pada program kedua ini juga belum mendapatkan hasil yang memuaskan.

Mangrove dan Pelestariannya oleh Masyarakat Trenggalek, Jawa Timur
Trenggalek merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pesisir selatan Provinsi Jawa Timur. Karakterisitik geografis pesisir di kabupaten ini, khas dengan adanya tanjung dan teluk.

Keadaan inilah yang diduga menyebabkan pantai Trenggalek mempunyai arus laut dan gelombang yang relatif tenang sehingga mendukung bagi pertumbuhan hutan mangrove yang ada.

Beberapa spesies mangrove yang umum terdapat di sini, diantaranya adalah Bakau (Rhizophora spp) dan Ketapang. Total keseluruhan kawasan hutan mangrovenya, kurang lebih 135,691 ha.


Pemandangan indahnya mangrove dan pesisir Trenggalek, yang memiliki lansekap perbukitan dan perairan yang tenang.

Namun demikian, meskipun ditengarai “masih lebat”, kondisi mangrove di Trenggalek, tidaklah selalu dalam keadaan baik. Pemantauan terakhir menyiratkan bahwa keadaan mangrove di Trenggalek, terus menerus mengalami penurunan. Sekitar 23 ha (atau sekitar 17 %) hutan mangrovenya, dikabarkan telah rusak!

Selanjutnya, selain usaha rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh pemerintah setempat, masyarakat Trenggalek sendiri dengan nyata telah melakukan banyak hal demi kelestarian hutan mangrove “mereka”.

Salah satu yang dilakukan masyarakat adalah dengan membentuk Pokmaswas, yaitu sebuah usaha keamanan swadaya masyarakat dalam rangka turut melestarikan dan menjaga lingkungan pesisir, mereka.

Salah satu Pokmaswas yang mampu menjaga kelestarian mangrove di Trenggalek adalah Pokmaswas Prigi Lestari, yang berada di Prigi, Watulimo, Trenggalek. Keberhasilan usaha pelestarian ekosistem mangrove melalui Pokmaswas Prigi Lestari ini, berawal dari perhatian besar dari masyarakatnya sendiri akan fungsi dan manfaat hutan mangrove bagi pesisir Trenggalek.


Semangat warga Prigi dalam melestarikan hutan mangrovenya, patut diacungi jempol!

Mereka meyakini sepenuhnya bahwa hutan mangrove adalah pendukung utama bagi keberadaan ikan di pesisir mereka. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh semua anggota kelompok berdasarkan aturan yang telah disusun oleh kelompok sendiri.

Satu hal yang penting adalah kesepakatan kelompok untuk menentukan sanksi bagi siapa pun yang secara terbukti telah merusak ekosistem mangrovenya. Salah satu contoh peraturan yang ditetapkan adalah bagi siapa pun yang terbukti merusak satu pohon mangrove, maka diwajibkan untuk menanam dan merawat 100 bibit mangrove baru, sebagai gantinya.

Peraturan ini bukanlah “pepesan kosong” belaka. Faktanya, perusakan mangrove oleh hewan ternak, telah memaksa Pokmaswas memberlakukan sanksi terhadap pemilik hewan tersebut, dengan cara mengganti mangrove yang telah rusak.

Tentu saja, upaya pelestarian mangrove yang tidak “melulu” dilakukan oleh Pokmaswas sendiri. Kerjasama dengan berbagai pihak telah dilakukan sehingga mendukung optimalisasi kegiatan pengawasannya. Kerjasama tersebut diantaranya adalah dengan upaya kemitraan strategis antara Pokmaswas dengan Polisi Perairan (Polair) Watulimo dan dengan Pemerintah Daerah melalui DKP setempat.


Konsep monitoring mangrove lintas sektoral yang diimplementasikan dengan baik di Trenggalek, bisa dijadikan acuan bagi daerah lain di wilayah pesisir Indonesia.

Kerjasama dengan Polair, utamanya adalah untuk efektifitas penegakan sanksi dan sinkronisasi dengan peraturan perundangan yang telah ada. Adapun kerjasama dengan DKP setempat, dilaksanakan dengan upaya rehabilitasi hutan mangrove yang sudah rusak dan fasilitasi peralatan pemantauan keamanan.

Selain keberadaan peraturan kelompok dan usaha penegakan sanksi, kegiatan pemantauan kelestarian lingkungan juga dilakukan secara tidak langsung. Kegiatan ini, antara lain adalah dengan kegiatan pemantauan yang dilakukan bersamaan dengan aktivitas ekonomi anggota kelompok.

Usaha memancing dan budidaya pembesaran kepiting di hutan mangrove, adalah salah satu contohnya. Hal terakhir ini menarik, karena usaha pelestarian mangrove tidak lantas menjadikan aktivitas ‘dapur’ anggota kelompok, menjadi terganggu.

Penegakan Hukum Sektor Kelautan dan Perikanan di Trenggalek
Kata kunci lain untuk menggambarkan apakah ‘hukum’ itu adalah peraturan. Jika kita merampingkan peraturan ini pada sektor kelautan dan perikanan, maka beberapa dasar hukum yang digunakan adalah Undang-undang (UU) No 31 Tahun 2004 tentang perikanan, UU No 27 Tahun 2007 tentang Kelestarian Lingkungan dan khusus untuk Kabupaten Trenggalek, terdapat Peraturan Daerah No 10 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.

Tentu saja, UU Dasar Tahun 1945 merupakan dasar dari kesemua peraturan tersebut. Aparat Penegak Hukum merupakan tahapan wajib lanjutan dari hukum. Fungsi dari aparat ini sendiri adalah sebagai alat kontrol tertibnya aktivitas masyarakat agar sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Satu hal yang menonjol adalah penegakan hukum di Bidang Kelautan Perikanan Trenggalek.


Pemeliharaan jenis mangrove Rhizophora spp yang banyak ditemukan di Trenggalek, dilakukan dengan tata kelola hukum yang cukup baik.

Peran aparat penegak hukum Trenggalek nyata telah memberikan dampak positif dan penting. Seperti dituturkan oleh Bapak Hambali, Kepala Polair Prigi yang mengatakan bahwa cepat dan tegas merupakan kunci pokok penegakan hukum.

Beberapa tips yang diberikan beliau adalah sebagai berikut:
1. Upaya penegakan dilakukan menggunakan strata tahapan yang jelas dan tegas. Tahap satu adalah peringatan I (pertama).  Tahapan ini dilakukan pada pelanggar pertama yang dianggap ketidaksengajaan. Sanksi bagi pelaku adalah wajib lapor selama satu minggu, Membuat Surat Pernyataan yang diketahui kelurahan serta Penyitaan Barang Bukti. Apabila upaya pertama ini belum menimbulkan efek jera bagi pelaku, penindakan tegas akan dilakukan sesuai peraturan yang berlaku.
2. Keterbatasan Peraturan Perundangan tidak selamanya membatasi upaya penegakan pelanggaran. Pelaku dapat dikenakan sanksi dengan Peraturan Kelompok Pokmaswas, Peraturan Desa, Peraturan Daerah atau Undang-undang.
3. Upaya kemitraan strategis dengan masyarakat melalui Pokmaswas. Sarana komunikasi yang cepat dan langsung, seperti penggunaan Handie Talkie (HT) dan handphone (HP) antar pihak telah dilakukan.
4. Keterbatasan Aparat Penegak Hukum bisa dilakukan dengan melakukan substitusi dengan pihak lain, seperti upaya pelaporan melalui Pos Polair dapat digantikan dengan Pos Polisi Sektor.

Ditulis berdasarkan penuturan dari Ibu Suhartini (DKP Trenggalek), Bapak Sunarto (Pokmaswas Prigi Lestari) dan Bapak Hambali (Polair Watulimo). (Isna Bahtiar).

1 comment: