4.12.2021

Adopt Mangrove: Upaya Konservasi dan Edukasi Hutan Mangrove Pasca Pandemi Covid-19


Aksi relawan tanam mangrove.

MANGROVEMAGZ. Hutan mangrove adalah ekosistem hutan di daerah pantai yang terdiri dari kelompok pepohonan yang bisa hidup dalam lingkungan berkadar garam tinggi. Salah satu ciri tanaman mangrove memiliki akar yang menyembul ke permukaan. Penampakan dari hutan mangrove seperti hamparan semak belukar yang memisahkan daratan dengan laut.

Kata “Mangrove” berasal dari kata Mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan, dengan Grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar. Sementara itu, dalam literatur bahasa lain disebutkan bahwa istilah Mangrove berasal dari kata Mangi-mangi (bahasa Melayu Kuno).

Mangrove adalah suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis dan subtropis yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob. Pada umumnya, hutan mangrove digunakan sebagai pelindung tepi pantai dari abrasi air laut, dikarenakan tanaman mangrove yang mampu memecah ombak yang menuju ke pantai.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar juga memiliki kawasan hutan mangrove terbanyak dan terluas di dunia. Contoh kawasan hutan mangrove terkenal di Indonesia, seperti hutan mangrove Pantai Indah Kapuk, Margomulyo - Balikpapan, Kebumen dan Kulon Progo.

Kawasan hutan mangrove selain digunakan sebagai cagar alam, juga sebagai pusat edukasi dan wisata. Tentu hal ini akan membawa dampak positif jika hutan terus dijaga. Namun, beberapa kawasan hutan mangrove daerah lain di Indonesia mengalami degradasi ataupun alih fungsi lahan, masalah ini tidak sejalan dengan tujuan dari hutan mangrove itu sendiri.

Perlindungan hukum yang diberikan kepada hutan mangrove yang mengalami degradasi dan alih fungsi lahan dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dalam memandang hutan mangrove sebagai hutan, juga Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada beberapa perbuatan yang masuk kategori dalam perusakan ekosistem hutan mangrove, yaitu:
• Penebangan Hutan Ilegal. (UU No.18 Tahun 2013, Pasal 17);
• Penggunaan Bahan Kimia Tak Beraturan. (Pasal 502);
• Membuka Lahan untuk Pertanian, Pertambangan. (Pasal 69);
• Pembakaran Hutan. (Pasal 78).


Penanaman mangrove di pesisir.

Upaya-upaya untuk memperjuangkan konservasi hutan mangrove terus diusahakan bahkan sering digagas kegiatan pelestariannya.

Namun, kesadaran akan pentingnya hutan mangrove masih rendah, bahkan pemahaman konservasi hutan mangrove di masyarakat tidak ada. Kondisi ini makin memprihatinkan ketika lahan pantai yang seharusnya untuk hutan mangrove, malah digunakan untuk reklamasi pulau di sekitar pantai.

Sekitar 1,8 juta hektar dari 3,4 juta hektar lahan hutan mangrove sudah tergantikan oleh aktivitas komersil. Tentu hal ini mengecewakan usaha yang telah dilakukan oleh relawan, dan masih terkendala banyak tantangan di masa sekarang.

Dalam budaya-sosial masyarakat, hutan mangrove belum menjadi bagian dalam kehidupan bermasyarakat, terutama masyarakat pesisir pantai. Kondisi ini menimbulkan ketidakpedulian di masyarakat terhadap hutan mangrove yang berakibat kerusakan. Kerusakan ini akan menjadi semakin nyata ketika tidak ada gerakan atau dukungan terhadap kelestarian hutan mangrove.

Pemerintah selaku pengawas melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memberikan dana khusus untuk pelestarian kawasan hutan mangrove yang terdampak degradasi. Kucuran dana sebanyak 3 miliar rupiah untuk satu kawasan mangrove di seluruh Indonesia, dana ini juga dibantu dengan dukungan swasta untuk mendapatkan konservasi maksimal.

Saprudin dalam jurnal "Potensi dan Nilai Manfaat Hutan Mangrove bagi Kehidupan” mengatakan bahwa keadaan hutan mangrove di berbagai belahan dunia telah mengalami perubahan fungsi. Alih fungsi ini digunakan sebagai peluang kegiatan lain oleh oknum-oknum yang tidak memiliki izin, hanya karena keuntungan komersil.

Walaupun hutan mangrove memiliki peluang lebih besar selamat dari hutan tropis, namun jika dibiarkan, akan sama keadaannya dengan hutan tropis. Keadaan ini berlaku di seluruh dunia dan waktu di bagian manapun, karena 1 jam berlalu sama seperti 1 hektar lahan mangrove rusak oleh aktivitas manusia. Derita keadaan hutan mangrove sama seperti ekosistem yang hilang karena kurangnya kesadaran akan hutan mangrove.

Dewasa ini, gerakan akan sadar untuk menjaga hutan mangrove sudah menjadi bagian penting yang harus dijaga. Banyak bermunculan organisasi kepedulian alam, yang khusus menjaga ekosistem pantai dan laut, termasuk keadaan hutan mangrove. Kabar baik ini menjadi hal positif yang harus terus dikembangkan agar memperoleh manfaatnya di masa mendatang. Contoh saja, seperti: Komunitas Jaga Pantai. Komunitas ini mengedepankan gerakan terhadap kepedulian akan ekosistem wilayah pesisir. 

Banyaknya objek wisata pantai atau hutan mangrove, tentu akan meninggalkan banyak sampah bertebaran dari wisatawan. Dari banyaknya sampah tersebut, kebanyakan sampah anorganik, seperti plastik, almunium dan lain sebagainya. Tentu, dampak yang dihasilkan dari sampah ini akan merusak ekosistem.

Oleh karenanya, Komunitas Jaga Pantai menginisiasi untuk mengembalikan fungsi utama pantai dan hutan mangrove. Mungkin selain Komunitas Jaga Pantai tadi, masih banyak gerakan kepedulian akan kondisi ekosistem.

Di sisi lain, karena adanya pendemi Covid-19, tentu membawa dampak serius, baik positif maupun negatif. Pada positif, hutan mangrove lebih terjaga karena aktivitas manusia berkurang sehingga alih fungsi lahan yang sebelumnya terjadi, berhenti karena pandemi Covid-19.

Hal negatifnya, aktivitas peduli hutan mangrove harus ditunda beberapa waktu, padahal ada beberapa kawasan yang perlu penanganan untuk menjadi kawasan hutan mangrove. Jika pandemi terus berlangsung, kerusakan yang terjadi akan semakin serius untuk ditanggulangi.

Melihat keadaan darurat tersebut, muncullah gagasan yang sudah ada sebelumnya, namun diinovasikan untuk keadaan pasca pandemi Covid-19. Menginisiasi kepedulian akan konservasi hutan mangrove yang sekarang ini mulai terdampak alih fungsi lahan serta kendala akan pandemi Covid-19, maka gagasan ini muncul dengan tujuan utama yang sama dengan gerakan akan kepedulian hutan mangrove, namun dengan sistem pendekatan berbeda, terlebih di masa pasca pandemi.

Adopt Mangrove, yaitu gagasan untuk mengadopsi salah satu bibit pohon mangrove oleh donatur yang nantinya akan ditanam oleh relawan di kawasan degradasi. Adopsi pohon mangrove ini bertujuan agar masyarakat memiliki hak dan kepedulian akan pohon mangrove, walaupun dari rumah.

Donatur selaku pengadopsi pohon mangrove cukup memberikan dana kepada relawan mangrove untuk menanam bibit pohon mangrove di lahan terdampak, serta mendapat sertifikat kepemilikan atas pohon mangrove tersebut. Gerakan ini tentu sangat efisien dan murah, dibanding menggerakkan seluruh orang untuk menjaga hutan mangrove, karena gerakan ini bisa dilakukan dari rumah.

Sistem pendanaan yang interaktif dan efisien juga menjadi poin penting, karena relawan akan digaji atas penanaman dan perawatan pohon mangrove pengadopsi sehingga kelestarian bisa terjaga. Mungkin jika pandemi Covid-19 sudah berakhir, donatur sekaligus pemilik pohon mangrove dapat melihat secara langsung bahwa mangrove mereka sudah tumbuh menjadi pohon besar.

Alasan lain mengapa Indonesia membutuhkan Adopt Mangrove di masa pandemi ini, karena sistem yang mudah dilakukan dan mengacu pada tujuan wisata berkelanjutan, sehingga ketika masa pandemi Covid-19 berakhir, Adopt Mangrove tetap dapat dilakukan dan memberikan manfaatnya di masa mendatang.

Adopsi yang memakai sistem online juga sebagai tujuan dari penerapan teknologi 4.0 yang sedang menjadi minat di masyarakat yang akan menambah popularitas kegiatan ini, sehinga masyarakat selaku donatur menjadi tertarik untuk bergabung dalam adopsi mangrove ini.

Mungkin lima tahun setelah gerakan ini dilaksanakan, akan memunculkan hutan-hutan mangrove di pesisir wilayah Indonesia, serta menciptakan ekosistem baru yang dapat memberikan manfaat, khususnya yang ekonominya bergantung pada hasil laut. Maka dari itu, jaga hutan mangrove, maka kita menjaga diri kita sendiri.

Penulis: Satrio Aji Pamungkas
Foto: KeSEMaT.

No comments:

Post a Comment