1.05.2016

Pelestarian Hutan Mangrove Dengan Cara Restorasi


Gambaran luasan hutan mangrove di dunia. Indonesia teratas. (Sumber foto).

MANGROVEMAGZ. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan di wilayah pesisir yang mempunyai manfaat yang besar dan sangat potensial untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat pesisir. Hutan mangrove atau disebut juga hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.

Hutan ini tumbuh, khususnya di tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik, baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai. Ekosistem wilayah ini sangat strategis karena memiliki potensi kekayaan hayati, baik dari segi biologi, ekonomi, bahkan pariwisata. Hal itu mengakibatkan berbagai pihak ingin memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal.

Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahui bahwa hutan mangrove sangat berguna dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pohon mangrove adalah pohon berkayu yang kuat dan berdaun lebat. Mulai dari bagian akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan bunganya semua dapat dimanfaatkan manusia.

Hutan mangrove penting sekali untuk perikanan apalagi perikanan estuary atau perikanan pantai. Kontribusi hutan mangrove tergambar dari fungsinya itu sendiri, seperti penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak, pengolahan limbah organik, tempat mencari makan, memijah dan bertelurnya berbagai biota laut seperi ikan dan udang. Selain itu, sebagai habitat berbagai jenis margasatwa. Secara ekologis, hutan bakau telah dikenal mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terbesar dan memiliki kekayaan hayati yang paling banyak. Luas hutan mangrove di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia, melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Wikipedia).


Hutan mangrove dibuka untuk pertambakan. (Sumber foto).

Di beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah berubah menjadi berbagai kegiatan pembangunan, seperti pertanian, pertambakan, pembangunan dermaga dan lain sebagainya. Hal seperti ini, terutama terdapat di Aceh, Sumatera, Riau, pantai utara Jawa, Sulawesi Selatan, Bali dan Kalimantan Timur.

Beberapa faktor penyebab rusaknya hutan mangrove:
  1. Pemanfaatan yang tidak terkontrol, karena ketergantungan masyarakat yang menempati wilayah pesisir sangat tinggi.
  2. Konversi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan (perkebunan, tambak, pemukiman, kawasan industri, wisata, dan lain-lain) tanpa mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya terhadap lingkungan sekitar.
  3. Faktor kurangnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove. Rendahnya pengetahuan masyarakat di kawasan pesisir akan fungsi ekosistem mangrove berakibat eksploitasi terhadap tegakan mangrove menjadi semakin tidak terkendali. Hal tersebut diperparah dengan kurangnya penyuluhan dan pelatihan yang mengikutsertakan masyarakat persisir tentang fungsi dan manfaat ekosistem mangrove.
Akibat yang ditimbulkan dari kerusakan hutan mangrove:
  1. Instrusi air laut. Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut kearah daratan sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai mutunya semakin menurun, bahkan menjadi payau atau asin. Dampak instrusi air laut ini sangat berbahaya, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan dapat merusak akar tanaman. Instrusi air laut telah terjadi di sebagian besar wilayah pantai Bengkulu.
  2. Penurunan keanekaragaman hayati di wilayah pesisir.
  3. Peningkatan abrasi pantai.
  4. Turunnya sumber makanan, tempat pemijah dan bertelur biota laut. Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun.
  5. Peningkatan pencemaran pantai. Keberadaan hutan mangrove saat ini sudah semakin kritis baik karena ulah manusia maupun akibat faktor alam.
Pengelolaan kawasan pesisir sudah saatnya menjadi perhatian semua pihak. Pembangunan di kawasan pesisir tidak perlu merusak ekosistem mangrove asalkan dilakukan penataan yang rasional. Salah satu model pengelolaan ekosistem mangrove adalah dengan pendekatan pengelolaan yang berbasis masyarakat berbaur dengan alam.

Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Campur tangan manusia diusahakan sekecil mungkin terutama dalam memaksakan keinginan untuk menumbuhkan jenis mangrove tertentu menurut yang diinginkan manusia.

Jadi, restorasi lebih memberikan peluang kepada alam untuk mengatur atau memulihkan dirinya sendiri. Manusia hanya sebatas memberikan jalan dan peluang serta mempercepat proses pemulihan.

Secara umum,  habitat mangrove mampu memperbaiki kondisinya secara alami dalam waktu 15 – 20 tahun, jika : (1) kondisi normal hidrologi tidak terganggu dan (2) ketersediaan biji, bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi.


Apabila dikelola dengan baik dan benar, mangrove menawarkan keindahan yang luar biasa. (Sumber foto).

Oleh karena itu, habitat bakau dapat diperbaiki tanpa penanaman, maka rencana restorasi harus melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan mangrove.

Jika kita sudah bisa mengkondisikan adanya perkembangan hutan mangrove proses restorasi akan berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang kita harapkan.

Akhirnya, dapat saya simpulkan bahwa kondisi keberadaan hutan mangrove di Indonesia yang sangat memprihatinkan, perlu adanya pelestarian, penjagaan dan perhatian masyarakat.

Pemanfaatan yang tidak terkontrol, konversi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan, faktor kurangnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove adalah sebuah kombinasi sempurna untuk menjelaskan berbagai kerusakan hutan mangrove yang akhir-akhir ini terjadi.

Dan sudah selayaknya semua pihak yang bertanggung jawab akan hal tersebut bahu-membahu bekerja sama dengan penuh kesadaran demi kelestarian hutan mangrove tetap terjaga. Tindakkan preventif baik berupa penyuluhan kepada masyarakat dan menerapkan restorasi dilapang harus segera dilakukan dengan serius. (Novita Oktaria).

No comments:

Post a Comment