5.02.2015

Kontribusi Mapala UMN dalam Perbaikan Lingkungan


Suasana forum diskusi “Generasi Muda Wujudkan Keselarasan Hidup Bahari Indonesia". 

MANGROVEMAGZ. “Dari data 5 tahun belakangan, laju kerusakan mangrove dengan rehabilitasinya berbanding jauh,” ujar Hendra Yusran Siry.

Kepala Bidang Pelayanan Teknis Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan ini gusar. Sebagai negara yang memiliki hutan mangrove terluas dunia, Indonesia juga turut jadi penyumbang kerusakannya. Wajar ia memiliki perhatian tinggi, persoalan tersebut kini menjadi tanggung jawab instansi yang dipimpinnya.

Hendra melepas unek-uneknya tersebut dalam forum diskusi “Generasi Muda Wujudkan Keselarasan Hidup Bahari Indonesia”.

Acara yang diselenggarakan Mapala Universitas Multimedia Nusantara (UMN) ini, merupakan rangkaian acara dari Action with Mangrove II yang diadakan bertepatan pada Hari Bumi 22 April 2015, lalu.

Lebih jauh, Hendra tidak menampik bahwa salah satu faktor terbesar kerusakan lahan mangrove adalah konflik kepentingan yang terjadi di wilayah pesisir. Tempat bertemunya wilayah daratan dan lautan ini memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi sebagai sumber kehidupan.

Disisi lain, wilayah pesisir banyak didiami kelompok masyarakat marjinal yang masih berkutat dalam lingkaran kemiskinian. Kekayaan alam itu menjadi sasaran eksploitasi hingga mengakibatkan rusaknya sumberdaya alam. Banyak dijumpai ekosistem mangrove kini telah berubah menjadi tambak-tambak masyarakat.

“Di sana banyak multi dimensi kepentingan, makannya ada potensi rawan konflik,” jelas Hendra.

Ia mencontohkan dengan peristiwa yang terjadi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Di kawasan ini bisa dibilang hampir sebagian besar wilayah yang dahulunya merupakan tempat dari ekosistem mangrove telah diubah peruntukannya menjadi tambak masyarakat. Budidaya tambak mulai dari garam, ikan maupun udang menjadi pemandangan yang lumrah ditemui.


Tampak dua narasumber Hendra Yusran Siry (paling kanan) dan Adithiyasanti Sofia (tengah) dalam forum diskusi. 

Kegiatan ini mendarah daging dan telah dilakukan masyarakat sekitar secara turun-temurun.

“Kami amati perubahan berdasarkan citra satelit pada tahun 2003 dibanding 2013 terjadi kemunduran daratan sepanjang 900 m sampai 1,3 km dari sebelumnya,” tukas Hendra.

Kini di kawasan itu banyak rumah yang hilang dan masyarakat yang bermigrasi, “Mereka sudah tidak bisa nyanyi lagu Tanah Air karena semua sudah jadi air,” lanjutnya.

Dalam kesempatan yang sama, Adithiyasanti Sofia sebagai Putri Bahari Indonesia 2012 mengajak anak-anak muda untuk lebih peka dan dapat terlibat lebih jauh ihwal penyelamatan lingkungan. Pengetahuan yang minim tentang konservasi, membuat anak muda masih acuh tak acuh dengan isu lingkungan. Dita melihat pentingnya dilakukan edukasi konservasi.

“Konservasi dalam arti menjaga, mencegah, dan merawat kembali secara teratur,” ujar Dita.

Selain itu, banyak anak muda yang memiliki concern terhadap lingkungan, namun bingung untuk menyalurkannya. Menurut Dita, anak muda dapat memanfaatkan power of community dengan gabung komunitas atau kegiatan volunteering.

“Anak muda dapat melakukan aksi nyata dengan turun bersama-sama memperbaiki lingkungan,” tukasnya.

Bagi mereka yang memiliki passion, tetapi masih sungkan untuk kegiatan terjun lapangan, power of technology juga dapat mendorong sebuah perubahan terhadap lingkungan. Tak jarang petisi-petisi online yang dilakukan lini masyarakat sukses mendorong perubahan kebijakan.

“Dua kekuatan ini menjadi kekuatan pemuda sekarang untuk dapat berkontribusi terhadap alam,” ujar Dita.

Setidaknya passion itu dapat terlihat pada wajah-wajah 100-an pemuda di ruang Lecturer Hall UMN yang siang itu datang. Passion itu juga berbentuk kontribusi terhadap lingkungan melalui penanaman yang telah dilakukan di Pulau Karya. (Reza Ramadhan).

No comments:

Post a Comment