Laman

7.26.2025

Menjaga Nafas Pesisir: Harapan Baru dari Rehabilitasi Mangrove di Subang

MANGROVEMAGZ. Mangrove bukan sekadar pepohonan yang tumbuh di antara pasang dan surut air laut. Ia adalah benteng alami dari gempuran abrasi, rumah bagi beragam biota laut, penyimpan karbon yang tangguh, dan denyut kehidupan masyarakat pesisir. Indonesia, dengan garis pantai yang sangat panjang, merupakan salah satu negara dengan ekosistem mangrove terbesar di dunia. Ironi hadir ketika kekayaan ini justru menghadapi tekanan besar dari aktivitas manusia, termasuk alih fungsi lahan secara masif yang menggerus habitat mangrove dari waktu ke waktu.

Di utara Kabupaten Subang, Jawa Barat, situasi ini menjadi nyata. Wilayah yang dulunya hijau oleh tegakan mangrove kini sebagian besar telah berubah wajah. Tambak-tambak udang, lahan pertanian, dan area pemukiman menggantikan hutan mangrove yang pernah berdiri tegak. Perubahan ini tidak lepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat setempat yang mendesak, sekaligus minimnya pemahaman tentang pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir.

Dalam jangka pendek, alih fungsi lahan mungkin dianggap solusi untuk meningkatkan pendapatan. Namun, dalam jangka panjang, kerugian ekologis dan sosial tidak bisa dihindari. Banjir rob, penurunan hasil tangkapan ikan, hingga kerusakan habitat menjadi harga mahal yang harus dibayar. Alih fungsi lahan di pesisir Subang, terutama dilakukan tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Padahal, mangrove memiliki kemampuan unik dalam menstabilkan pantai, memfilter air, serta menjadi tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai spesies ikan, udang, dan kepiting. Ketika mangrove hilang, ekosistem pesisir menjadi rapuh, dan masyarakat pesisir akan paling pertama merasakan dampaknya.

Meski demikian, tidak semua kisah di pesisir Subang berujung pada kehancuran. Ada titik terang yang muncul di tengah kegelapan. Di sejumlah lokasi penelitian, ditemukan area di mana mangrove tidak hanya bertahan, tapi juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang menjanjikan.

Rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat dan pemerintah daerah telah memberikan hasil positif. Spesies Rhizophora sp., salah satu jenis mangrove yang paling umum digunakan dalam rehabilitasi, terlihat mulai mendominasi kembali sejumlah kawasan yang sebelumnya gundul. 

Keberhasilan rehabilitasi ini tidak terjadi secara kebetulan. Perlu ada pendekatan yang tepat, konsistensi, serta kerja sama antara masyarakat lokal, LSM, akademisi, dan pemerintah. Salah satu kunci keberhasilan rehabilitasi mangrove adalah keterlibatan masyarakat. Ketika masyarakat pesisir mulai menyadari bahwa keberadaan mangrove tidak hanya penting bagi lingkungan tetapi juga bagi kesejahteraan mereka sendiri, maka partisipasi dalam menjaga dan menanam kembali mangrove meningkat secara signifikan.

Beberapa kelompok nelayan dan petambak di Subang kini bahkan mulai mengintegrasikan konsep silvofishery, yakni budidaya ikan atau udang yang berpadu dengan pelestarian mangrove. Sistem ini tidak hanya menjaga vegetasi mangrove tetap hidup, tetapi juga memberikan hasil ekonomi yang berkelanjutan. Dengan adanya vegetasi mangrove yang sehat, kualitas air meningkat, sehingga produktivitas tambak pun terjaga. Inilah bentuk adaptasi dan inovasi yang menjadi jalan tengah antara kebutuhan ekonomi dan ekologi.

Pemulihan alami mangrove juga menjadi bagian penting dari cerita harapan ini. Di beberapa area, terutama di lokasi yang masih memiliki substrat dan salinitas sesuai, mangrove dapat tumbuh kembali secara alami tanpa bantuan manusia. Benih-benih mangrove (propagul) yang terbawa arus laut menancap dan tumbuh, membentuk koloni-koloni kecil yang menjadi cikal bakal hutan baru. Keberadaan mangrove alami ini sangat penting untuk memperkuat struktur ekosistem dan menjadi indikator bahwa lingkungan pesisir masih memiliki daya regenerasi yang cukup kuat.

Proses pemulihan ini tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri. Perlu ada perlindungan terhadap area regenerasi alami, pengawasan dari aktivitas destruktif, serta pendidikan berkelanjutan bagi masyarakat tentang pentingnya ekosistem mangrove. Pemerintah daerah Kabupaten Subang memiliki peran penting dalam hal ini. Regulasi yang tegas terhadap alih fungsi lahan dan insentif bagi masyarakat yang menjaga lingkungan perlu ditingkatkan. Selain itu, riset dan pemantauan berkala oleh para ahli menjadi dasar untuk pengambilan keputusan berbasis data dan fakta.

Lebih jauh, pelestarian mangrove tidak hanya soal konservasi, tetapi juga soal keadilan sosial. Banyak masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup dari hasil laut dan tambak. Ketika ekosistem rusak, mereka yang pertama kali terkena dampaknya. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat bukan hanya strategi ekologis, melainkan juga pendekatan humanistik. Memberi ruang bagi masyarakat untuk menjadi aktor utama dalam pelestarian mangrove adalah bentuk pengakuan atas kearifan lokal dan pengalaman hidup mereka.

Apa yang terjadi di pesisir Subang menjadi cerminan dari dinamika yang lebih luas di seluruh pesisir Indonesia. Di satu sisi, ada tekanan besar dari pembangunan dan kebutuhan ekonomi; di sisi lain, ada kesadaran yang tumbuh tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam. Harapan tumbuh dari pohon-pohon kecil yang perlahan menyusun kembali lanskap pesisir yang dulu rusak. Setiap batang Rhizophora yang tertancap menjadi simbol ketekunan, ketahanan, dan masa depan yang lebih lestari.

Perjalanan menuju keberlanjutan mangrove adalah perjalanan panjang yang membutuhkan waktu, kesabaran, dan kerja sama lintas sektor. Tetapi kisah dari Subang membuktikan bahwa perubahan itu mungkin. Bahwa dari reruntuhan, kehidupan bisa tumbuh kembali. Dan bahwa nafas pesisir, yang sempat sesak oleh ambisi manusia, perlahan mulai pulih oleh tangan-tangan yang peduli.

Kini saatnya untuk memastikan bahwa rehabilitasi tidak berhenti sebagai proyek jangka pendek. Mangrove harus menjadi bagian dari kebijakan jangka panjang dalam tata kelola pesisir. Edukasi di sekolah, kampanye di media, hingga peraturan hukum yang mendukung pelestarian harus digerakkan bersama. Karena menjaga mangrove bukan hanya soal lingkungan, tapi soal masa depan bersama.

Mangrove di Subang, dan di seluruh pesisir Indonesia, bukan hanya pohon-pohon di pinggir laut. Mereka adalah penjaga bumi, pelindung manusia, dan warisan untuk generasi mendatang. Maka dari itu, menjaga mereka berarti menjaga kehidupan itu sendiri. 

(Penulis adalah Peminat Ekologi Sumber Daya Hayati dan Keutuhan Ciptaan).

No comments:

Post a Comment