12.18.2015

Gagasan Hutan Mangrove dalam Menangani Emisi Karbon


Siklus karbon di bumi. (Sumber foto).

MANGROVEMAGZ. Perubahan iklim dan pemanasan global menjadi masalah serius yang harus ditangani di dunia ini. Perubahan iklim ditandai dengan pelepasan emisi karbon ke atmosfer secara berlebihan. Pelepasan emisi karbon yang berlebihan dihasilkan dari penggunaan kendaraan bermotor, pembakaran bahan bakar fosil, aktivitas industri, pembakaran sampah plastik dan kebakaran hutan yang saat ini terjadi di Indonesia.

Menurut laporan World Resources Institude (WRI) pada tahun 2011, tingkat emisi karbondioksida di dunia mencapai 46 miliar ton. Negara dengan tingkat penghasil emisi terbesar adalah Tiongkok dengan total emisi karbondioksida sebesar 10,26 miliar ton, sedangkan Amerika Serikat menghasilkan emisi sebesar 6,135 miliar ton dan Uni Eropa yang mencapai 4,263 miliar ton.

Indonesia sendiri menduduki peringkat keenam sebagai penghasil emisi karbon terbesar di dunia dengan total emisi karbon yang dihasilkan sebesar 2,053 miliar ton, di bawah India yang menghasilkan emisi karbon 2,358 miliar ton dan Rusia sebesar 2,217 miliar ton emisi karbon.

Hutan memiliki peranan penting dalam menyerap dan menyimpan karbon, tetapi banyak masyarakat di Indonesia ini mengalihfungsikan hutan sebagai perkebunan, kawasan industri dan perumahan.

Penebangan hutan dilakukan dengan cara pembakaran hutan, sehingga hutan tidak berfungsi sebagai penyerap karbon tetapi justru menjadi pelepas karbon di atmosfer. Pelepasan emisi karbon yang berlebihan di atmosfer ini menyebabkan terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer, sehingga memicu terjadinya perubahan iklim.

Hasil penelitian terbaru mengungkapkan bahwa mangrove memiliki kemampuan dalam menyerap dan menyimpan karbon lebih banyak dibandingkan hutan tropis. Mangrove menjadi tempat pembenahan karbon (carbon sinks) yang sangat besar.

Carbon sinks atau carbon dioxide sinks merupakan tempat untuk menyerap dan menyimpan karbondioksida yang terdapat di atmosfer bumi, salah satunya adalah hutan. Tumbuhan akan menyerap karbon di atmosfer melalui proses fotosintesis dan menyimpannya ke dalam jaringan tumbuhan.

Proses fotosintesis tumbuhan menyerap CO2 dan H2O dengan bantuan sinar matahari yang diubah menjadi glukosa. Proses fotosintesis mengubah karbon anorganik (CO2) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi.


Dinamika karbon di hutan mangrove. (Sumber foto).

Bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai CO2 pada sebagian besar tumbuhan, tetapi tumbuhan mangrove justru mengandung bahan organik yang tidak membusuk, sehingga hutan mangrove lebih banyak menyerap dan sedikit melepaskan karbon ke atmosfer.

Selain itu, tumbuhan mangrove memiliki daun yang lebih banyak dibandingkan tumbuhan yang lain sehingga berpotensi menyerap karbon lebih banyak. Satu hektar mangrove mampu meyerap 110 kilogram karbon dan sepertiganya yang dilepaskan berupa endapan organik lumpur.

Hutan mangrove mampu menyerap dan menyimpan karbon sekitar lebih dari 4 sampai 112 gigaton C/tahun. Peranan hutan mangrove ini tentunya dapat mengurangi jumlah karbon di atmosfer sehingga dapat mengurangi dampak iklim global, seperti meningkatnya suhu bumi secara drastis dan mencairnya es di kutub yang menyebabkan kenaikan muka air laut. Sayangnya, belum adanya kesadaran masyarakat akan fungsi hutan mangrove yang sangat besar ini.

Menurut penelitian dari Center for International Forestry Research (CIFOR), luas hutan mangrove di Indonesia 15 - 20 tahun yang lalu mencapai 8 juta hektar dan saat ini diperkirakan tinggal 2,5 juta hektar.

Masyarakat cenderung mengalihfungsikan hutan mangrove untuk kepentingan sendiri. Dalam implementasi kesepakatan yang dicetuskan dalam Protokol Kyoto tahun 1997 mengenai penurunan gas rumah kaca (GRK) dilakukan melalui berbagai cara, antara lain implementasi bersama, perdagangan emisi (carbon emission) dan Clean Development Mechanism (mekanisme pembangunan bersih) yang telah disepakati oleh 161 negara, kecuali Amerika Serikat dan Australia.

Perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk membantu pembatasan emisi karbon di atmosfer yang dilakukan dengan cara negara-negara industri dan penghasil polutan terbesar diberi kesempatan untuk melakukan kompensasi dengan cara membayar negara-negara berkembang untuk mencadangkan hutan yang mereka miliki sehingga terjadi sequestration atau penyimpanan sejumlah besar karbon.


Penanaman mangrove sangat penting untuk menjaga bumi dari perubahan iklim dan pemanasan global. (Sumber foto).

Hutan mangrove yang sangat luas di Indonesia menjadi salah satu solusi dengan kemampuan menyimpan karbon yang cukup banyak, sehingga memiliki peluang besar untuk menambah pemasukan dalam kompensasi perdagangan karbon.

Tetapi dalam perkembangannya, Indonesia menduduki peringkat keenam sebagai negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia dan pada kasus lain, banyak terjadi kerusakan hutan mangrove. Peluang ini justru menjadi masalah besar yang perlu ditangani apabila kompensasi perdagangan karbon akan diterapkan.

Perdagangan karbon ini menjadi sugesti bagi masyarakat Indonesia untuk menjaga dan melestarikan hutan mangrove yang ada di Indonesia ini. Namun ada tidaknya kompensasi perdagangan karbon ini menjadi kewajiban kita untuk tetap menjaga kelestarian hutan mangrove di negara ini.

Untuk itu, perlu adanya kepedulian kita terhadap kelestarian hitan mangrove dengan cara:
1. Restorasi atau menata kembali kawasan mangrove dengan memahami faktor-faktor kesuburan mangrove.
2. Adanya ajakan untuk masyarakat dalam penanaman, pemeliharaan dan pemanfaatan hutan mangrove yang berbasis konservasi sehingga dapat memberikan peluang kerja bagi masyarakat dalam memanfaatkan mangrove dengan baik serta meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir.
3. Mendukung pemerintah dalam penegakan hukum dalam perijinan perusahaan yang memanfaatkan hutan mangrove dengan memperhatikan aspek konservasi.
4. Menjadikan kawasan mangrove sebagai kawasan wisata yang berbasis konservasi.

Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk perubahan hutan mangrove menjadi lebih baik dan tidak ada kata terlambat untuk melakukan perubahan meskipun kita sudah mengetahui dampaknya. (Kartika Nofiyanti).

No comments:

Post a Comment